Meskipun membawa darah bugis yang kental dalam darahku, saya dilahirkan di pualu kecil di Sulawesi Tenggara, Pulau Muna namanya. Di zaman perantauannya dulu, bapak saya butuh waktu seminggu berlayar dari Kendari-ibu kota provinsi- ke pulau ini, namun saat ini ada fery cepat yang dapat menempuh perjalanan selama 3-4 jam untuk sampai ke pulau muna. Terlewat beberapa tahun baru saya kembali lagi ke tanah kelahiran saya ini, tepat beberapa hari sebelum tahun baru 2012. Sebagai daerah kepulauan, dermaga menjadi pintu lalu lintas migrasi di
sini. Menjadikan masyarakat pulau Muna majemuk dengan para pendatang
dari berbagai wilayah.
 |
Restoran Terapung Pulau Muna |
 |
Di Tanah Perantauan |
Tidak banyak perubahan di kampung halaman saya ini, hanya ada beberapa proyek utama yang cukup mencolok, sayangnya beberapa diantaranya berhenti pembangunannya. Tapi selalu mempesona bagi saya, kesederhanaannya, masyarakatnya yang ramah dan wajah-wajah khas yang terekam baik dalam memori. Rasa-rasanya kemanapun bepergian selalu saja ada orang-orang yang dikenal dan mereka selalu suka untuk saling bertegur sapa.
 |
Dalam Perjalanan |
Sebenarnya banyak potensi keindahan alam yang bisa diekspole menjadi objek wisata di wilayah ini. Saat ini baru pulau Wakatobi yang sudah cukup dikenal, Namun gugusan pulau-pulau lain di Sulawesi Tenggara ini juga menarik untuk dikunjungi, sayang sebagian besar belum dimanfaatkan. Hanya ada beberapa nelayan yang terkadang singgah setelah pulang melaut. Pulau-pulau tersebut juga menjadi benteng untuk menahan gelombang saat angin timur mendera. sekitar pertengahan tahun gelombang cukup tinggi di perairan ini yang selalu jadi momok bagi para pelancong dan nelayan. Sekian dulu cerita tentang kampung halaman saya semoga bisa dinikmati.. Salam.
 |
Suasana Senja |
0 komentar