Coffee Trip Toraja : Mengenal Kopi Toraja

Lolai, Negeri Di Atas Awan di Toraja - Safruddin Alwi
Toraja selalu indah untuk diabadikan, meskipun kali ini -Oktober sampai dengan November- hujan deras lagi rajin-rajin nya menyambangi toraja. Acara rambu solo dan rambu tika yang jadi komoditi wisata juga belum digelar. Dikarenakan umumnya diadakannya di bulan Desember, memanfaatkan momen libur natal. Namun sekedar informasi, obyek wisata yang sedang populer di toraja sempat saya sambangi. Lolai, atau biasa disebut negeri di atas awan. Bahkan juga menarik minat bapak Wapres JK, yang juga berkunjung ke Lolai. Lolai sendiri adalah nama kampung yang memang berada di lereng perbukitan. Menjelang dini hari pergerakan comulunimbus mempercantik sunrise untuk disaksikan dari Lolai.  
Kebun Kopi di Malimbong Balepe Tana Toraja
Kali ini masih tentang komoditi perkebunan dari toraja. Melengkapi cerita coffee trip saya sebelumnya di sini. Baru kali ini saya berkunjung langsung ke perkebunan kopi di daerah Bittuang dan Malimbong Balepe Kabupaten Tana Toraja. Sayangnya panen kopi sudah selesai bulan Agustus yang lalu. Hanya menyisakan sedikit gabah kopi yang ingin dikonsumsi sendiri oleh pemilik kebun. Sementara yang ada dikebun hanya buah kopi muda yang masih hijau. Proses pasca panen menggunakan metode giling basah, dan saat ini gabah kopi dihargai Rp16.000,- per liter. Dari kebun yang saya kunjungi sekali panen dapat menghasilkan satu ton gabah kopi.
Selain yang ada di kabupaten Tana Toraja, daerah perkebunan kopi juga ada di sejumlah desa di kabupaten Toraja utara. Bahkan sudah cukup punya "nama" sampai keluar Sulawesi Selatan. Sebut saja desa sapan, pulu-pulu dan awan. Daerah perkebunan kopi yang saya sebutkan terakhir jarak tempuhnya terbilang jauh dari Makale, ibukota Tana Toraja. Tapi saya berkesempatan bertemu dengan seorang penggiat kopi lokal yang aktif mempromosikan kopi toraja, khususnya kopi single estate dari perkebunan kopi yang saya sebutkan teakhir. 
wet hull process
Warung kopi "Kaa". Menilik arti namanya, asalnya dari kata "kahwa" yang juga merupakan asal-usul kata "coffee / kopi" saat ditemukan di afrika sana. Yang dalam pelafalan lokal orang toraja cenderung menyamarkan bunyi "ha" nya sehingga dinamakan "Kaa". Kopi lekat dengan masyarakat Toraja, tidak hanya sekedar komoditi perkebunan namun juga bagian dari tradisi. Ya, menyuguhkan kopi di acara-acara adat merupakan kebiasaan yang lazim di Toraja. Buah kopi yang dihasilkan dari perkebunan diolah sendiri sehingga menjadi siap saji. Meskipun sudah mulai langka, untuk proses roasting masih ada yang menggunakan wajan tanah liat yang disebut kurin litak. Arti katanya sendiri adalah panci dari tanah liat. Termasuk warung kopi Kaa yang saya kunjungi ini. Si empunya warkop berbaik hati mengajak saya sampai ke dapur pengolahan biji kopinya. Olah sang pemilik kurin litak ini sedikit dimodifikasi dengan penambahan indikator yang memudahkan proses roasting.  
Kurin Litak, alat roasting kopi tradisional toraja.
Sekalipun hasil roastingnya tidak sebaik biji yang diroasting dengan mesin kenamaan seperti probat di roaster-roaster terkenal, hasil akhir dengan menggunakan kurin litak ini sangat baik. Tentu saja peran besar dari master roasternya sangat utama. Pak sulaiman pemilik warkop Kaa banyak bercerita tentang kopi toraja, termasuk keprihatinannya tentang harga gabah kopi yang banyak dimainkan para middlemen. Dengan seringnya bertemu dengan para petani kopi, pak sulaiman juga ikut berbagi ilmu dengan para petani untuk meningkatkan kualitas hasil panen sekaligus melek pasar.
Warung Kopi "Kaa" Toraja
Warung kopi kaa ini tidak begitu luas hanya ada 4-5 meja di dalamnya. Namun namanya mulai tersohor bagi para pecinta kopi yang mencari "sesuatu" di toraja. Sebagian besar metode penyajiannya menggunakan manual brewing. Ini kali kedua saya berkunjung ke warkop Kaa, dan kali ini saya memilih kopi toraja awan yang diseduh dengan chemex. Selagi memilih biji kopi dan menyeduhnya obrolan kami merambat kesegala hal tentang kopi toraja. si empunya warkop ikut nimbrung di meja kami sembari menyuguhkan hasil seduhannya. Seperti yang tampak di foto dua tabung chemex tandas dalam waktu singkat... :D
Menyeduh Kopi Toraja
Dari warkop kaa, saya membawa pulang kopi toraja awan, sapan dan peaberry yang cukup sulit didapatkan. Konon peaberry -buah kopi dengan biji tunggal- ini hanya sekitar 5% dari hasil panen. dan memang rasanya unik. Tidak sabar ingin mencobanya, saya menyempatkan menyeduh sendiri dengan V60 yang selalu ikut traveling. Nikmat..
 
Salam,

Share this:

0 komentar